Pages

Kamis, 10 Januari 2013

INDONESIA LAW OFFICE - SUMARNI, SH

KONSULTASI HUKUM
  Oleh :
SUMARNI, SH
  Hp : 085348543327
E-mail : sumarnilawyer@yahoo.com

Silahkan konsultasi masalah hukum melalui Email : sumarnilawyer@yahoo.com or sumarnilawyer7@gmail.com  atau telepon  ke 085348543327
 

 Menikah di Inggris
Pertanyaan :
Saya wanita WNI ingin menikah dengan pria WN Inggris. Kami seagama yaitu Kristen. Calon saya menginginkan pernikahan dilakukan di Inggris. Sementara, saya ingin pernikahan dilakukan di Indonesia agar dapat dicatatkan di sini dan sah menurut hukum Indonesia karena saya tidak berencana untuk meninggalkan kewarganegaraan saya. 
Pertanyaan saya: 
1. Dipandang dari kepentingan dan hak saya sebagai perempuan, mana yang paling terbaik bagi saya, menikah di Inggris sesuai hukum perkawinan Inggris atau menikah di Indonesia sesuai hukum Indonesia? Saya ingin dijelaskan perbandingan hukum perkawinan Inggris dengan hukum perkawinan Indonesia karena asas common law dan civil law yang dianut berbeda. 
2. Apa yang harus saya persiapkan apabila saya ingin menikah di Indonesia? Apabila saya berencana tinggal di Inggris, apakah saya harus mendaftarkan perkawinan di Indonesia di Catatan Sipil di Inggris? 
3. Apabila terjadi perceraian, manakah yang paling memihak hak saya sebagai perempuan WNI? Hukum Indonesia atau hukum Inggris? Hal ini sebagai pertimbangan bagi saya dalam memilih tempat perkawinan dilangsungkan. 
4. Bagaimana sistem hukum Inggris memandang harta bersama dalam perkawinan? Apakah dikenal? Apakah sebaiknya harus membuat perjanjian pra-nikah terlebih dahulu? Terima kasih atas jawaban yang diberikan.
Jawaban :
1.   Dalam hal ini, Anda akan melakukan perkawinan campuran yaitu perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan di mana salah satu pihak adalah WNI dan pihak satunya adalah WNA (lihat pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan/”UU Perkawinan”).
Pada dasarnya, Kami kurang paham mengenai hukum perkawinan di Inggris. Karena itu, ada baiknya Anda berkonsultasi advokat yang ahli mengenai hukum perkawinan di Inggris, untuk mendiskusikan pilihan mana yang tepat bagi Anda. 
Akan tetapi, secara umum, menurut informasi yang kami dapat dari situs direct.gov.uk, berdasarkan hukum Inggris dan Wales, perkawinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Religious marriage (perkawinan relijius), yang dilakukan di gereja Anglikan atau tempat relijius (religious building) yang terdaftar untuk melangsungkan perkawinan. Dalam perkawinan relijius, sertifikat perkawinan (marriage certificate) dikeluarkan oleh gereja;  dan
2. Civil marriage (perkawinan sipil), yang dilakukan di register office (kantor catatan sipil) atau tempat lain yang mendapat izin dari pemerintah setempat (kecuali gereja atau tempat relijius lainnya). Dalam perkawinan sipil, sertifikat perkawinan dikeluarkan oleh register office.
Sebagai warga negara Indonesia boleh jadi akan lebih mudah bagi Anda jika perkawinan Anda dilakukan menurut hukum Indonesia. Hal ini agar nantinya status perkawinan Anda diakui juga di Indonesia, dan hak-hak Anda akan terlindungi juga.
Dalam pasal 56 ayat (1) UU Perkawinan diatur bahwa perkawinan itu adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara tempat perkawinan dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang Perkawinan. Jadi, walaupun Anda menikah di Inggris dengan menggunakan hukum Inggris, Anda tetap harus memperhatikan ketentuan dalam hukum perkawinan Indonesia, antara lain mengenai kewajiban pelaporan perkawinan ke Catatan Sipil.  
2. Untuk perkawinan campuran, menurut UU Perkawinan, harus ada surat keterangan bahwa masing-masing pihak sudah memenuhi syarat perkawinan menurut hukum masing-masing. Surat ini dikeluarkan oleh pihak yang berwenang mencatat perkawinan. Di Indonesia, karena Anda beragama Kristen maka pihak yang berwenang adalah Kantor Catatan Sipil. Sedangkan, calon suami perlu menyiapkan kelengkapan identitas antara lain fotokopi KTP/Paspor, dan Certificate of Non Impediment (dari Pemerintah/Kedutaan Besar negara asal pasangan WNA).
Di lain pihak, menurut hukum Inggris dan Wales, warga negara Inggris yang menikah di luar negeri (dalam hal ini di negara yang bukan Negara Persemakmuran) TIDAK WAJIB mendaftarkan perkawinannya tersebut kepada instansi pemerintah. Menurut hukum negara tersebut, sepanjang perkawinan tersebut sah menurut hukum negara di mana perkawinan tersebut dilakukan, maka perkawinan tersebut diakui pula di Inggris. Untuk informasi lebih lanjut silahkan kunjungi situs resmi Foreign and Commonwealth Office
3 & 4. Seperti telah dijelaskan dalam jawaban sebelumnya, kami kurang paham mengenai hukum perkawinan Inggris. Sebaiknya Anda tanyakan permasalahan tersebut pada advokat yang memang memahami hukum perkawinan di Inggris.
Sementara itu, menurut hukum Indonesia, WNI yang melakukan perkawinan campuran tidak diperbolehkan untuk memiliki hak atas tanah yang berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan. Hal demikian sesuai dengan pasal 35 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Jadi, ada percampuran harta di sini, dan pasangan Anda (yang berstatus WNA) akan turut menjadi pemilik atas harta Anda. Karena itulah, seorang WNI pelaku perkawinan campuran tidak dapat memegang Hak Milik, atau Hak Guna Bangunan, atau Hak Guna Usaha.
Apabila Anda ingin tetap memiliki hak atas tanah setelah melakukan perkawinan campuran tersebut, maka Anda harus membuat perjanjian perkawinan atau perjanjian pranikah yang mengatur mengenai pemisahan harta Anda dan harta suami. Perjanjian perkawinan ini harus dibuat sebelum perkawinan tersebut dilaksanakan, dan harus dilaporkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun (lihat pasal 73 Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil).
Menurut advokat Anita D.A. Kolopaking dalam makalahnya berjudul “Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing” perjanjian perkawinan yang lazim disepakati antara lain berisi:
1. Harta bawaan ke dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.
2.    Semua hutang yang dibawa oleh suami atau isteri dalam perkawinan mereka yang dibuat oleh mereka selama perkawinan tetap akan menjadi tanggungan suami atau isteri.
3.    Isteri akan mengurus harta pribadinya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan dengan tugas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik hartanya itu maupun pekerjaannya atau sumber lain.
4.    Untuk mengurus hartanya itu isteri tidak memerlukan bantuan atau kuasa dari suami.
5.    dan lain sebagainya.
Jadi, karena perjanjian pranikah bukanlah syarat atau sesuatu yang wajib dalam perkawinan, maka Anda dapat memutuskan apakah akan membuat perjanjian pranikah untuk mengatur pemisahan antara harta Anda dan harta suami.
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar