KONSULTASI HUKUM Oleh : SUMARNI, SH |
Hp : 085348543327 E-mail : sumarnilawyer@yahoo.com |
Silahkan konsultasi masalah hukum melalui Email : sumarnilawyer@yahoo.com or sumarnilawyer7@gmail.com atau telepon ke 085348543327.
PERDATA JADI PIDANA
JUAL BELI VILLA XANADU DI BALI
Pengacara SUMARNII, SH., menggugat seorang bule australia bernama eric bevan gillet. Bahwa Pengacara SUMARNII, SH., mewakili klien yang bernama Ketut Semadi dan Tommy Comerford. bahwa pada awalnya Ketut Semadi dan Tommy Comerford, membeli paket villa dan apartemen dari eric bevan gillet. bahwa pembayaran di lakukan secara bertahap dan eric bevan gillet meyakinkan bahwa dokumen villa dan apartemen tersebut telah lengkap dan sewa tanah selama 55 tahun. bahwa eric bevan gillet juga telah memberikan gambar spek villa dan apartemen tersebut.
bahwa setelah sekian lama waktu berjalan, eric bevan gillet tidak pernah mau memperlihatkan dokumen atas villa dan apartemen tersebut, hingga akhirnya Ketut Semadi dan Tommy Comerford merasa curiga ada yang tidak benar yang dilakukan oleh eric bevan gillet.
bahwa Ketut Semadi dan Tommy Comerford akhirnya memberi kuasa ke Pengacara SUMARNI, SH., untuk mengecek dokumen dokumen villa dan apartemen tersebut ke instansi terkait di badung bali, dan hasilnya ternyata villa tersebut tidak memiliki IMB dan tidak memiliki dokumen apapun.
pengacara SUMARNI, SH., mendampingi saksi Ketut Semadi dan Tommy Comerford untuk melaporkan dugaan tindak penipuan villa bodong atas villa xanadu di seminyak bali. Pengacara SUMARNI, SH., telah melakukan upaya damai dan mediasi dengan Terdakwa Eric Bevan Gillet,namun tidak berhasil karena Terdakwa selalu berkeras untuk diselesaikan lewat jalur hukum.
bahwa pengacara SUMARNI, SH., melanjutkan upaya hukum dengan mengajukan gugatan perdata wanprestasi sekaligus menuntut secara pidana dengan melaporkan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana dalam pasal 372 & 378 KUHP.
Bahwa Ketut Semadi dan Tommy Comerford telah membayar villa dan apartemen tersebut secara mencicil sebesar Rp. 6.7 milyar rupiah.
Perjanjian Pra Nikah (Prenuptial Agreement) adalah perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan dan mengikat kedua belah pihak calon pengantin yang akan menikah. Perjanjian pra nikah berlaku sejak pernikahan dilangsungkan dan isinya antara lain mengatur bagaimana harta kekayaan anda berdua (bersama pasangan) akan dibagi-bagikan jika seandainya terjadi perceraian, kematian dari salah satu pasangan. Perjanjian ini juga bisa memuat bagaimana semua urusan keuangan keluarga akan diatur atau ditangani selama perkawinan atau pernikahan berlangsung.
Bahwa sesungguhnya dengan membuat suatu perjanjian yang dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan dengan pasangan kita, sudah barang tentu hal tersebut diperbolehkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dengan catatan pastinya bahwa perjanjian tersebut dibuat tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan, nilai-nilai moral dan adat istiadat yang berlaku di Negara kita ini.
Bicara dasar hukum tentang perjanjian Pra Nikah (Prenuptial Agreement) telah diatur oleh hukum kita seperti yang terdapat pada Pasal 29 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974, begitu juga yang ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 47, bahwa sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam, perjanjian perkawinan dapat meliputi percampuran harta pribadi, pemisahan harta pencaharian masing-masing, menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotik (perjanjian dengan pihak Bank, misalnya) atas harta pribadi dan harta bersama. Akan tetapi melakukan Perjanjian PraNikah haruslah juga mempertimbangkan beberapa sisi (aspek) yang antara lainya :
· Keterbukaan didalam mengungkapkan semua detil kondisi keuangan masing-masing pasangan baik sebelum maupun sesudah pernikahan, dengan merujuk juga kepada berapa banyak jumlah harta bawaaan masing-masing pihak (pasangan) sebelum menikah dan juga menghitung bagaimana dengan potensi pertambahannya sejalan dengan meningkatnya penghasilan atau karena hal lain misalnya menerima warisan dari orangtua masing-masing pasangan.
· Selanjutnya masing-masing pasangan secara fair harus mengatakan berapa jumlah hutang bawaan masing-masing pihak sebelum menikah, dan bagaimana potensi hutang tersebut setelah menikah dan siapa nantinya yang bertanggung jawab terhadap pelunasan hutangnya, karena perlulah digarisbawahi dalam hal ini bahwa hal tersebut wajib diketahui oleh masing-masing pasangan agar masing-masing pasangan yang akan menikah mengetahui secara persis apa yang akan diterima dan apa yang akan di korbankan jika perkawinan berakhir, sehingga tidak ada pihak yang nantinya merasa dirugikan dari dan akibat timbulnya perceraian tersebut.
· Kerelaan dan dengan secara sadar bahwa perjanjian pranikah harus disetujui dan ditandatangani oleh masing-masing pasangan (kedua belah pihak) yang pada prinsipnya, secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak manapun untuk menandatangan surat perjanjian tersebut tanpa mendapatkan tekanan dalam bentuk apapapun, karena nantinya jika salah satu pihak merasa dipaksa, karena mendapatkan suatu ancaman atau berada dalam tekanan sehingga terpaksa menandatanganinya, maka secara hukum perjanjian pranikah dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
· Selanjutnya cari pejabat yang objektif dan berwenang dalam hal ini. yang pasti sudah barang tentu Pengacara yang anda percaya dan jangan lupa juga untuk menentukan dan memilih pejabat berwenang yang notabene memiliki reputasi baik dan bisa menjaga obyektifitas, sehingga dalam membuat isi perjanjian pranikah tidak berat sebelah (timpang) sehingga diantara pasangan masing-masing bisa mendapatkan keadilan sesuai kesepakatan didalam isi perjanjian tersebut.
Langkah selanjutnya surat Perjanjian PraNikah tersebut yang telah anda tandatangani berdua haruslah juga dicatatkan pula dalam lembaga pencatatan perkawinan, yang artinya bahwa pada saat pernikahan dilangsungkan perjanjian pra nikah juga harus disahkan pula oleh pegawai pencatat perkawinan (KUA mauapun Kantor Catatan Sipil) tempat dimana anda berdua melangsungkan perkawinan.
Secara singkat saya uraikan bahwa umumnya biasanya perjanjian pranikah dibuat untuk memberikan kepentingan dan perlindungan hukum terhadap masing-masing pasangan dengan tujuan melindungi atau memproteksi harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri, sepanjang bahwa isi dari surat perjanjian PraNikah tersebut tidaklah bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, hukum dan agama, seperti sudah saya uraikan diatas.
Jika masing-masing pihak telah sepakat dan menyatakan segala sesuatunya didalam surat perjanjian pranikahnya dan telah menandatangani Surat Perjanjian PraNikah tersebut, maka secara tidak langsung jika terjadi konflik diantara mereka perjanjian pranikah yang telah dibuat diantara mereka, dapatlah meminimalisir tentang permasalahan yang akan timbul tentang konflik pemisahan harta masing-masing pihak.
Umumnya permasalahan yang timbul dalam perceraian adalah nantinya tentang pemisahan harta kekayaan, jadi jika telah disepakati sebelumnya didalam perjanjian pernikahan antar pasangan tentang harta bawaan masing-masing maka selanjutnya seandainya perceraianpun terjadi diantara pasangan tersebut, maka secara hukum berdasarkan surat perjanjian yang telah disepakati oleh masing-masing pasangan, secara tidak langsung masing-masing pasangan telah memberikan proteksinya secara Hukum tentang harta bawaannya masing-masing baik yang berupa tanah, rumah, ataupun bentuk investasi lainnya.
Sangatlah dibutuhkan suatu pemikiran yang panjang mengenai perjanjian pra nikah bagi masing-masing pasangan yang ingin melakukan pemisahan harta bawaannya masing-masing mengingat budaya dan adat istiadat kita yang mungkin masih menganggap sedikit agak tabu tentang pemisahan harta ini. Karena sebenarnya suka ataupun tidak sesungguhnya Perjanjian PraNikah dilaksanakan sangatlah memberikan perlindungan Hukum bagi masing-masing pasangan dengan tujuan yang pasti dan jelas mengatur tentang Hak dan kepemilikan atas aset-aset maupun harta-harta yang dibawa sebelum, selama dan setelah putusnya pernikahan, tanpa harus melalui proses yang panjang.
Bahwa perjanjian pranikah bagi masing-masing pasangan sebenarnya memberikan perlindungan secara hukum bagi masing-masing pasangan jika seandainya perceraian menjadi jalan terakhir bagi mereka.
Demikian informasi kami, silahkan hubungi di Nomor telpon atau website kami, apabila ada yang perlu ditanyakan.
Pengertian Perjanjian Pra nikah (Prenuptial Agreement)
Perjanjian Pra Nikah (Prenuptial Agreement) adalah perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan dan mengikat kedua belah pihak calon pengantin yang akan menikah. Perjanjian pra nikah berlaku sejak pernikahan dilangsungkan dan isinya antara lain mengatur bagaimana harta kekayaan anda berdua (bersama pasangan) akan dibagi-bagikan jika seandainya terjadi perceraian, kematian dari salah satu pasangan. Perjanjian ini juga bisa memuat bagaimana semua urusan keuangan keluarga akan diatur atau ditangani selama perkawinan atau pernikahan berlangsung.
Bahwa sesungguhnya dengan membuat suatu perjanjian yang dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan dengan pasangan kita, sudah barang tentu hal tersebut diperbolehkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dengan catatan pastinya bahwa perjanjian tersebut dibuat tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan, nilai-nilai moral dan adat istiadat yang berlaku di Negara kita ini.
Bicara dasar hukum tentang perjanjian Pra Nikah (Prenuptial Agreement) telah diatur oleh hukum kita seperti yang terdapat pada Pasal 29 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974, begitu juga yang ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 47, bahwa sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam, perjanjian perkawinan dapat meliputi percampuran harta pribadi, pemisahan harta pencaharian masing-masing, menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotik (perjanjian dengan pihak Bank, misalnya) atas harta pribadi dan harta bersama. Akan tetapi melakukan Perjanjian PraNikah haruslah juga mempertimbangkan beberapa sisi (aspek) yang antara lainya :
· Keterbukaan didalam mengungkapkan semua detil kondisi keuangan masing-masing pasangan baik sebelum maupun sesudah pernikahan, dengan merujuk juga kepada berapa banyak jumlah harta bawaaan masing-masing pihak (pasangan) sebelum menikah dan juga menghitung bagaimana dengan potensi pertambahannya sejalan dengan meningkatnya penghasilan atau karena hal lain misalnya menerima warisan dari orangtua masing-masing pasangan.
· Selanjutnya masing-masing pasangan secara fair harus mengatakan berapa jumlah hutang bawaan masing-masing pihak sebelum menikah, dan bagaimana potensi hutang tersebut setelah menikah dan siapa nantinya yang bertanggung jawab terhadap pelunasan hutangnya, karena perlulah digarisbawahi dalam hal ini bahwa hal tersebut wajib diketahui oleh masing-masing pasangan agar masing-masing pasangan yang akan menikah mengetahui secara persis apa yang akan diterima dan apa yang akan di korbankan jika perkawinan berakhir, sehingga tidak ada pihak yang nantinya merasa dirugikan dari dan akibat timbulnya perceraian tersebut.
· Kerelaan dan dengan secara sadar bahwa perjanjian pranikah harus disetujui dan ditandatangani oleh masing-masing pasangan (kedua belah pihak) yang pada prinsipnya, secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak manapun untuk menandatangan surat perjanjian tersebut tanpa mendapatkan tekanan dalam bentuk apapapun, karena nantinya jika salah satu pihak merasa dipaksa, karena mendapatkan suatu ancaman atau berada dalam tekanan sehingga terpaksa menandatanganinya, maka secara hukum perjanjian pranikah dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
· Selanjutnya cari pejabat yang objektif dan berwenang dalam hal ini. yang pasti sudah barang tentu Pengacara yang anda percaya dan jangan lupa juga untuk menentukan dan memilih pejabat berwenang yang notabene memiliki reputasi baik dan bisa menjaga obyektifitas, sehingga dalam membuat isi perjanjian pranikah tidak berat sebelah (timpang) sehingga diantara pasangan masing-masing bisa mendapatkan keadilan sesuai kesepakatan didalam isi perjanjian tersebut.
Langkah selanjutnya surat Perjanjian PraNikah tersebut yang telah anda tandatangani berdua haruslah juga dicatatkan pula dalam lembaga pencatatan perkawinan, yang artinya bahwa pada saat pernikahan dilangsungkan perjanjian pra nikah juga harus disahkan pula oleh pegawai pencatat perkawinan (KUA mauapun Kantor Catatan Sipil) tempat dimana anda berdua melangsungkan perkawinan.
Secara singkat saya uraikan bahwa umumnya biasanya perjanjian pranikah dibuat untuk memberikan kepentingan dan perlindungan hukum terhadap masing-masing pasangan dengan tujuan melindungi atau memproteksi harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri, sepanjang bahwa isi dari surat perjanjian PraNikah tersebut tidaklah bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, hukum dan agama, seperti sudah saya uraikan diatas.
Jika masing-masing pihak telah sepakat dan menyatakan segala sesuatunya didalam surat perjanjian pranikahnya dan telah menandatangani Surat Perjanjian PraNikah tersebut, maka secara tidak langsung jika terjadi konflik diantara mereka perjanjian pranikah yang telah dibuat diantara mereka, dapatlah meminimalisir tentang permasalahan yang akan timbul tentang konflik pemisahan harta masing-masing pihak.
Umumnya permasalahan yang timbul dalam perceraian adalah nantinya tentang pemisahan harta kekayaan, jadi jika telah disepakati sebelumnya didalam perjanjian pernikahan antar pasangan tentang harta bawaan masing-masing maka selanjutnya seandainya perceraianpun terjadi diantara pasangan tersebut, maka secara hukum berdasarkan surat perjanjian yang telah disepakati oleh masing-masing pasangan, secara tidak langsung masing-masing pasangan telah memberikan proteksinya secara Hukum tentang harta bawaannya masing-masing baik yang berupa tanah, rumah, ataupun bentuk investasi lainnya.
Sangatlah dibutuhkan suatu pemikiran yang panjang mengenai perjanjian pra nikah bagi masing-masing pasangan yang ingin melakukan pemisahan harta bawaannya masing-masing mengingat budaya dan adat istiadat kita yang mungkin masih menganggap sedikit agak tabu tentang pemisahan harta ini. Karena sebenarnya suka ataupun tidak sesungguhnya Perjanjian PraNikah dilaksanakan sangatlah memberikan perlindungan Hukum bagi masing-masing pasangan dengan tujuan yang pasti dan jelas mengatur tentang Hak dan kepemilikan atas aset-aset maupun harta-harta yang dibawa sebelum, selama dan setelah putusnya pernikahan, tanpa harus melalui proses yang panjang.
Bahwa perjanjian pranikah bagi masing-masing pasangan sebenarnya memberikan perlindungan secara hukum bagi masing-masing pasangan jika seandainya perceraian menjadi jalan terakhir bagi mereka.
Demikian informasi kami, silahkan hubungi di Nomor telpon atau website kami, apabila ada yang perlu ditanyakan.
Tata Cara Mengajukan Gugatan Perceraian
Bagi yang beragama Islam
Apabila Anda merasa bahwa perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi dan memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).
A. Gugatan Perceraian diajukan oleh Istri di Pengadilan Agama
Bila istri yang mengajukan gugatan perceraian, berarti istri adalah pihak Penggugat dan suami adalah Tergugat. Untuk mengajukan gugatan perceraian, anda atau kuasa hukum anda (bila anda menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggal Tergugat/suami. Bila anda tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di pengadilan agama(PA) wilayah tempat tinggal Tergugat/suami. Bila anda dan suami anda tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat anda berdua menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama)
B. Gugatan Perceraian diajukan oleh Suami di Pengadilan Agama
Bila Suami yang mengajukan gugatan perceraian, berarti suami adalah pihak Pemohon dan istri adalah Termohon. Untuk mengajukan gugatan perceraian, anda atau kuasa hukum anda (bila anda menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggal Termohon/istri. Bila anda tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di pengadilan agama(PA) wilayah tempat tinggal Termohon/istri. Bila suami dan istri anda tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat anda berdua menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama)
2. Alasan dalam Gugatan Perceraian
Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan perceraian anda di Pengadilan Agama antara lain:
a. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b. Suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
c. Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d. Suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. Suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f. Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidakharmonisan dalam keluarga.
(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)
b. Suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
c. Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d. Suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. Suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f. Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidakharmonisan dalam keluarga.
(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)
3. Saksi dan Bukti
Anda atau kuasa hukum anda wajib membuktikan di pengadilan kebenaran dari alasan-alasan tersebut dengan:
a. Salinan Putusan Pengadilan, jika alasan yang dipakai adalah suami mendapat hukuman 5 (lima tahun) atau lebih (pasal 74 UU No. 7/1989 jo KHI pasal 135).
b. Bukti hasil pemeriksaan dokter atas perintah dari pengadilan, bila alasan Anda adalah suami mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tak mampu memenuhi kewajibannya (pasal 75 UU 7/1989)
c. Keterangan dari saksi-saksi, baik yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat yang mengetahui terjadinya pertengkaran antara anda dengan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal 134 KHI).
4. Surat-surat yang Harus Anda siapkan
· Surat Nikah asli
· Foto kopi Surat Nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisir
· Foto kopi Akte Kelahiran anak-anak (bila punya anak), dibubuhi materai, juga dilegalisir
· Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru Penggugat (istri)
· Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
Bila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan pula gugatan terhadap harta bersama, maka perlu disiapkan bukti-bukti kepemilikannya seperti sertifikat tanah (bila atas nama penggugat/pemohon), BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)/STNK(Surat Tanda Nomor Kendaraan) untuk kendaraan bermotor, kwitansi, surat jual-beli, dll.
Untuk itu, sangat penting untuk menyimpan surat-surat berharga yang anda miliki dalam tempat yang aman.
5. Isi Surat Gugatan
a. Identitas para pihak (Penggugat/Tergugat) atau persona standi in judicio, terdiri dari nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur, tempat tinggal, hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989. Identitas para pihak ini juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan dan status kewarganegaraan
b. Posita (dasar atau alasan gugat), disebut juga Fundamentum Petendi, berisi keterangan berupa kronologis (urutan peristiwa) sejak mulai perkawinan anda dengan suami anda dilangsungkan, peristiwa hukum yang ada (misalnya: lahirnya anak-anak), hingga munculnya ketidakcocokan antara anda dan suami yang mendorong terjadinya perceraian, dengan alasan-alasan yang diajukan dan uraiannya yang kemudian menjadi dasar tuntutan (petitum). Contoh posita misalnya:
· Bahwa pada tanggal…telah dilangsungkan perkawinan antara penggugat dan tergugat di…
· Bahwa dari perkawinan itu telah lahir …(jumlah) anak bernama…, lahir di…pada tanggal…
· Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut…
· Bahwa berdasarkan alasan di atas cukup bagi penggugat mengajukan gugatan perceraian…dst
c. Petitum (tuntutan hukum), yaitu tuntutan yang diminta oleh Istri sebagai Penggugat agar dikabulkan oleh hakim (pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130 HIR).
Bentuk tuntutan itu misalnya:
a. Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
b. Menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat …sah putus karena perceraian sejak dijatuhkannya putusan oleh hakim;
c. Menyatakan pihak penggugat berhak atas hak pemeliharaan anak dan berhak atas nafkah dari tergugat terhitung sejak tanggal...sebesar Rp....per bulan sampai penggugat menikah lagi;
d. Mewajibkan pihak tergugat membayar biaya pemeliharaan (jika anak belum dewasa) terhitung sejak....sebesar Rp....per bulan sampai anak mandiri/dewasa;
e. Menyatakan bahwa harta berupa....yang merupakan harta bersama (gono-gini) menjadi hak penggugat...
f. Menghukum penggugat membayar biaya perkara…dst
6. Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)
Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu kepastian segera, misalnya:
a. Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami.
b. Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
c. Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang seharusnya diberikan oleh suami;
d. Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang yang menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar