Pengacara Balikpapan- Indonesia Corporate Lawyer-Business Lawyer-Attorney General-Solicitor
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
SUMARNI, SH
K H U S U S
Untuk itu :
Kuasa ini diberikan dengan hak untuk melimpahkan (Substitusi) dan hak retensi, baik sebagian maupun seluruhnya yang dikuasakan kepada orang lain.
Balikpapan, 03 April 2013
Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa,
SUMARNI, SH .............................
Menikah di Singapura
Pertanyaan :
KONSULTASI HUKUM Oleh : SUMARNI, SH |
Hp : 085348543327 E-mail : sumarnilawyer@yahoo.com |
Silahkan konsultasi masalah hukum melalui Email : sumarnilawyer@yahoo.com or sumarnilawyer7@gmail.com atau telepon ke 085348543327.
PERKAWINAN CAMPURAN
SURAT KUASA
Menikah adalah sesuatu yang sangat di dambakan bagi kaum wanita. Di era globaliasi saat ini merupakan hal yang sudah biasa warga negara indonesia menikah dengan warga negara asing.
Bahkan di dunia artis selebritis indonesiapun lagi ngetren perkawinan campur atau perkawinan warga negara indonesia dengan warga negara asing. Salah satu contohnya adalah artis penyanyi, pemain film dan pemain sinetron Paramita Rusady, artis Christin Hakim, Indah Kalalo, dan masih banyak lagi.
Apakah yang di maksud dengan perkawinan campuran itu?
Menurut Pasal 57 UU Perkawinan, yang dimaksud dengan Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jadi, Perkawinan seorang warga negara Indonesia (WNI), dengan warga negara asing (WNA) merupakan perkawinan campuran. Namun, apabila perkawinan dilakukan antara dua orang warga negara Indonesia yang berbeda agama, bukan merupakan perkawinan campuran.
Apa dasar hukum perkawinan campuran Di Indonesia?
Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dasar hukumnya adalah Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan (pasal 59 ayat 1). Di dalam pasal 60 UU menyebutkan bahwa Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh pihak masing-masing telah dipenuhi. Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi. Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak. Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan tersebut. Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.
Bagaimana bila perkawinan campuran dilangsungkan di luar Indonesia?
Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara seorang WNI dengan seorang WNA adalah sah bilamana dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan. Dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana diatur dalam pasal 56 ayat 1 yang berbunyi:
“Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-undang ini”
Bahwa bila perkawinan campuran akan dilakukan di luar Indonesia, tentunya harus mengikuti aturan mengenai perkawinan yang berlaku di negara tersebut dan selanjutnya dicatatkan pada institusi Catatan Sipil setempat. Selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan tersebut dilangsungkan, maka perkawinan adalah sah dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum di sini, misalnya status mengenai anak, harta perkawinan, pewarisan, hak dan kewajiban suami-istri bila perkawinan berakhir karena perceraian dan/atau sebagainya. Namun, untuk sahnya perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri tersebut menurut hukum Indonesia harus dilakukan pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
SURAT KUASA
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :
Dalam hal ini telah memilih tempat kediaman Hukum (Domicilie)
pada Kantor Kuasanya tersebut dibawah ini, menerangkan
dengan ini memberikan Kuasa kepada :
pada Kantor Kuasanya tersebut dibawah ini, menerangkan
dengan ini memberikan Kuasa kepada :
SUMARNI, SH
Para PengacaraAdvokat dan Penasehat Hukum pada Kantor SUMARNI, SH & ASSOCIATE, alamat di Jalan Marsma R. Iswahyudi No. 40 RT. 53 Balikpapan-Indonesia. Telp. (0542)5663416. Hp.081254113291.Email : Sumarnilawyer@yahoo.com
http://www.advokat-sumarni.blogspot.com. Baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama :
http://www.advokat-sumarni.blogspot.com. Baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama :
K H U S U S
Bertindak untuk dan atas nama serta mewakili Pemberi Kuasa selakuTermohon dalam perkara No. 3/Pdt.G/2013/PA.Bpp di Pengadilan Agama Balikpapan.
Untuk itu :
Mewakili/ menghadap di Persidangan Pengadilan Agama Balikpapan guna memberikan keterangan di persidangan, menghadap semua Instansi terkait dan para Pejabat yang berwenang untuk meminta atau memberikan segala keterangan yang diperlukan, menerima dan menandatangani surat-surat, Berita Acara dan Akta, mengajukan dan memberikan Replik, Bukti-bukti, minta di dengar saksi - saksi atau menolak saksi - saksi, mengajukan Permohonan Sita Jaminan, melakukan Perdamaian baik didalam maupun diluar pengadilan dengan syarat-syarat yang dianggap baik oleh Penerima Kuasa dan mendapat persetujuan dari Pemberi Kuasa, melakukan pembayaran atau menerima uang pembayaran, meminta penetapan-penetapan, Putusan, Pelaksaaan Putusan (Eksekusi), melakukan peneguran-peneguran, membaca dan mempelajari berkas perkara, menyatakan Banding serta menandatangani dan mengajukan memori Bandingnya, Kasasi serta menandatangani dan mengajukan Kontra Memori Kasasi dan melakukan segala tindakan-tindakan yang diperbolehkan oleh Hukum yang berlaku dalam rangka perkara Pemberi Kuasa berkenaan dengan kepentingan perkaranya.
Kuasa ini diberikan dengan hak untuk melimpahkan (Substitusi) dan hak retensi, baik sebagian maupun seluruhnya yang dikuasakan kepada orang lain.
Balikpapan, 03 April 2013
Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa,
SUMARNI, SH .............................
Menikah di Singapura
Pertanyaan :
Saya sangat bingung dengan hukum perkawinan campuran di Indonesia yang menekan hak hak wanita. Saya berencana menikah dengan warga negara Inggris (inilah Jodoh saya yang diberi Tuhan).
(1) Apabila kami menikah di Singapore akan tetapi tidak mendaftar di Kantor agama dalam waktu 1 tahun, apakah perkawinan kami diakui oleh negara (syah/tidak)?
(2) Karena kami menikah di Singapore, apakah hukum perkawinan kami harus mengikuti hukum perkawinan Singapore (mengenai properti, proses perceraian, dll.)?
(3) apakah status saya diakui sudah menikah oleh pemerintah Indonesia atau tidak?
(4) Apakah benar bahwa apabila calon suami saya akan menikahi saya di Indonesia harus membayar jaminan Rp500.000.000 (kami sangat menentang sekali seolah-olah perempuan adalah obyek uang bagi pemerintah)?
(5) Apabila kami menikah di Indonesia dan setelah menikah saya memiliki properti atas nama saya, apakah saya harus menjual properti saya tersebut dalam waktu 1 tahun?
(6) Bagaimana status kewarganegaraan saya? Mohon bantuan jawabannya, terima kasih.
Jawaban :
(1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara seorang WNI dengan seorang WNA adalah sah bilamana dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan. Dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana diatur dalam pasal 56 ayat 1 yang berbunyi:
“Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-undang ini”
Dalam hal perkawinan tersebut akan dilakukan di negara Singapura, maka harus mengikuti aturan mengenai perkawinan yang berlaku di negara tersebut kemudian dicatatkan pada institusi Catatan Sipil setempat. Selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan tersebut dilangsungkan, maka perkawinan adalah sah dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum di sini, misalnya status mengenai anak, harta perkawinan, pewarisan, hak dan kewajiban suami-istri bila perkawinan berakhir karena perceraian dan/atau sebagainya. Namun, untuk sahnya perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri tersebut menurut hukum Indonesia harus dilakukan pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun dan bila lewat dari waktu yang ditetapkan tersebut harus melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili yang bersangkutan dan akan dikenai sanksi denda sesuai dengan Peraturan Daerah setempat jo. pasal 107 Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil berbunyi:
(1) “Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2), Pasal 105 ayat (2) dan Pasal 106 diatur dalam Peraturan Daerah.
(2) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan Ketentuan Undang-Undang dan kondisi masyarakat di daerah masing-masing.
(3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan daerah Kabupaten/Kota, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan penerimaan daerah Provinsi.”
Pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil harus melampirkan;
a. Akta Perkawinan yang telah dilegalisasi oleh kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dalam hal ini pada bagian Konsuler KBRI Singapore,
b. Foto kopi paspor suami-istri, dan
c. Kartu keluarga/KTP dari WNI tersebut.
(2) Sebagaimana dijelaskan di atas, selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan tersebut berlangsung, maka perkawinan tersebut sah dengan segala akibat hukumnya. Dalam hal ini para pihak harus mengikuti hukum perkawinan yang berlaku di Singapura.
(3) Pertanyaan butir 3 sudah terjawab dalam jawaban pertanyaan butir 1 di atas yaitu agar perkawinan sah menurut hukum Indonesia, harus dilakukan pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Indonesia.
(4) Di Indonesia, hal ini memang sedang menjadi pembahasan di mana-mana, terkait Draft Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan, di mana pada pasal 142 ayat (3) mengatur bahwa calon suami yang berkewarganegaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta. Dan Draft RUU ini masuk dalam prioritas program legislasi nasional DPR tahun 2010. Mengingat baru merupakan RUU, tentunya ketentuan tersebut belum berlaku di Indonesia.
(5) Dalam masalah ini, para pihak pelaku perkawinan campuran yang memperoleh properti di Indonesia, berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, “Strata Title”, karena pewarisan, peralihan hak melalui proses jual beli, atau percampuran harta karena perkawinan, WAJIB untuk melepaskan hak-hak tersebut dalam jangka waktu 1 tahun sejak diperolehnya hak-hak tersebut. Jika sesudah jangka waktu tersebut lewat dan hak-hak tersebut tidak dilepaskan, maka hak-hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. Hal ini diatur dalam pasal 21 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tapi, WNI pelaku perkawinan campuran dibolehkan memiliki Hak Milik ataupun Hak Guna Bangunan, dengan catatan bahwa para pihak dalam perkawinan campuran tersebut membuat perjanjian perkawinan sebelum menikah. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka tidak terdapat percampuran harta sehingga harta yang dimiliki oleh para pihak tersebut adalah menjadi milik masing-masing.
(6) Menurut pasal 26 ayat (3) jo. ayat (4) UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (UU Kewarganegaraan), perempuan WNI yang menikah dengan laki-laki WNA tetap dapat menjadi WNI dengan membuat pernyataan kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia di tempat kedudukannya setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar